top of page
Writer's pictureuhut

Kesadaran 10 Detik



Sudah kadung jatuh tertimpa tangga pula diriku ini, haishh hahahaha

Aku menyukai menulis sebenarnya sedikit bisanya dan banyak keliru lagi bingungnya. Pada awalnya, aku lebih sering menginginkan keindahan diksi dan banyak mengesampingkan esensi serta maksud dari apa yang dituangkan, hasilnya memang tulisanku 'terkesan' indah meski itu menurut pribadi wkwkwkw. Berhasrat menerka untaian diksi untuk mendapat kesan seperti 'waah/wow/dsj' yang menginformasikan keterpukauan dari yang membaca.




Semakin hari, tulisanku semakin estetik -menurutku-, perbendaraan kata yang kudapat dari membaca buku dan mendengarkan ucapan serta ungkapan seseorang semakin menambah daya percaya diriku. Sampai di suatu waktu, aku melakukan bimbingan/konsultasi untuk proposal desain/perancangan untuk Tugas Akhir studiku -oiya, betewe aku mahasiswa arsitektur gaisss, angkatan 2016, dan sekarang di semester nafas terakhir hehe, 14 lohh inii Yaa Tuhaaan, dasar aku-, aku dibimbing oleh salah satu dosen terbaik dari jurusanku, bukan tanpa alasan, beliau satu dari dua dosen dengan gelar doktoral saat itu -sekarang jadi 3, salah satunya sudah jadi guru besar dan akan menjadi 4 sepertinya-. Desertasi beliau kalau dari yang kulihat dari instastory itu membahas tentang desertasi Masjid berkhazanah NU, dilihat beliau mengumpulkan dan bahkan mendokumentasikan secara langsung dokumen-dokumen lama dari Mbah Yai Hasyim Asy'ari untuk melacak dan mencoba membaca kerangka berfikir Mbah Hasyim tentang masjid.


Oke spoiler sudah, prolog juga sudah yang meski maaf agak panjang hehe, tapi its okeh. Yok masuk alur sebenarnya.......


Jadi, kejadiannya saat aku masih di fase berhasrat akan keterpukauaan pembaca, dengan segala usaha yang terkesan memaksa diksi, tulisan pada proposalku pun tak lepas dari corak menulisku yang memaksa estetik. Lalu, saat sedang bimbingan, awal-awal beliau sebatas berkomentar "oke, oke, oke", lalu saat di bedah secara menyeluruh dan perinci banyak diksi yang digaris bawahi beliau, salah satu yang sangat kuingat adalah "kenapa kamu pakai kata historical" aku jawab "ya maksudnya yang punyak sisi sejarah begitu buk" lalu aku ditampar dengan "lah itu udah kamu sebut, kenapa tidak memakai kata memiliki nilai kesejarahan??, mau gaya-gaya an?" aku yang mendengar itu pun seketika terdiam dan tersadar, sedikit memiringkan kepala sembari melirik ke bawah kiri "iyaa juga yaa". Beliau melanjutkan "kalau memakai istilah lain selain dari bahasa indonesia, itu yang memang tidak ada padanan kata yang bisa mewakili maksudmu, contoh feelful, itu saya sendiri masih belum bisa menemukan padanannya, kalau sebatas terjemahan bisa, tapi konsep kata itu tadi belum ada yang setidaknya membandingi, kalau diksi-diksi semacam itu silakan kamu menggunakan istilah selalin bahasa Indonesia" aku manggut-manggut terkesan dengan penjelasan dan komentar beliau. "lalu ini juga, kata merekonstruksi" itu berat sekali konsep katanya, yakin kamu rancangan museum mu mampu menjawab isu rekonstruksi itu??" aku terdiam tanda bingung harus menjawab apa, beliau yang paham akan pikiran anaknya ini kemudian menimpali sebuah kesimpulan "kamu itu terlalu berhasrat kalau nulis, pinginya keliatan bagus, tapi kalau maksudmu malah jadi gak karuan ya buat apa? diksi-diksimu terlalu gemuk maknaaaaa, pahammm??"


Dari komentar itu aku benar-benar belajar untuk meredam hasrat dan berusaha menjaga kesadaran bahwa "menuliskan sebuah gagasan ide pikiran haruslah tepat sasaran, tidak berlebihan namun tidak tereduksi". haishhhhh dasar aku!!! Beberapa pekan kemudian revisi tulisan berulang kali kuajukan ke beliau berharap mendapatakan pemahaman baru tentang arsitktur dan tentang bagaimana menuangkannya dalam tulisan. Lalu komentar beliau mulai sedikit-sedikit berubah dari yang awal seperti di atas, lalu menjadi "emm iyaa udah membaik" lalu dilain pertemuan menjadi "tulisanmu udah bagus" dan akhirnya menjadi "kamu bisa nulis". Dan di momen itu selama 10 detik hatiku merasa benar-benar merinding sangat puas dan andai tidak sungkan, rasanya pingin nangissssss -aseli lo ini-, gimana gak nangis cobak, dikomen begitu dari sosok yang menjadi idola dari segi pemikiran kritis arsitektur dan kepenulisan, rasanya sangat legaaaaa dan haruuuu.


Kesadaran 10 detik yang dramatis tadi, menjadi kesadaran yang tak mungkin kulupakan sensasinya sampai tua nanti, begitupun cerita ini akanku ceritakan sebagai kebanggaan pada anak cucuku nanti, selain kucoba dokumentasikan pada tulisan ini hihiiii. see you on the next script.......

2 views

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page